KPU Merauke Pertegas Hak Politik OAP Tetap Diperjuangkan, Namun Menyesuaikan Dengan Regulasi

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Merauke, Theresia Mahuze angkat bicara terkait aksi massa yang dilakukan secara beruntun beberapa hari ini, Jumat (28/8).


Salah satu tuntutan dari massa aksi mengenai hak-hak politik Orang Asli Papua (OAP) yang mengharuskan Bupati dan Wakil Bupati harus OAP.

Theresia Mahuze menjelaskan, terkait aksi yang disampaikan sah-sah saja karena itu bagian dari demokrasi dan merupakan hak setiap warga negara sepanjang masih dalam koridor yang baik dan benar.

"Terkait tuntutan Bupati dan Wakil Bupati harus OAP itu tidak ada aturan yang mengatur, yang diatur didalam PKPU hanyalah Gubernur dan Wakil Gunernur OAP," jelasnya saat diwawancarai Reporter RMOL Papua, Jumat (28/8).

Menurutnya, memang ada kekhususan tentang Papua dan Papua Barat, Aceh dan DKI Jakarta yang diatur didalam Pertaturan KPU (PKPU) 10 tahun 2017.

Namun demikian, dalam PKPU tersebut tentang kekhususan Papua dan Papua Barat hanya mengatur soal Gubernur dan wakil Gubernur harus OAP dan pemberlakuan sistem Noken.

Sedangkan, Bupati dan Wakil Bupati tidak diatur lebih lanjut dalam aturan kekhususan itu, bahkan didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tidak mengatur hal demikian.

Selain itu, kata Mahuze, KPU sebagai penyelengara melaksanakan Pilkada hanya berdasarkan aturan yang berlaku baik itu dari UU KPU maupun PKPU. Jika belum ada maka KPU Merauke belum bisa menerapkan hal itu.

"Memang tuntutan dari mereka harus diakomodir didalam PKPU tapi tidak seperti itu, ada mekanisme dan prosudurnya yang membutuhkan waku bukan satu dua hari," katanya.

Karena itu, jelas Ketua KPU Merauke ini, terkait dengan perubahan UU atau aturan Pilkada jika mau diakomodir didalam PKPU, maka KPU harus menyampaikan ini kepada komisi II DPR RI dan membutuhkan waktu yang tidak cepat.

Sehingga, harusnya sudah dari dahulu diperjuangkan aspirasi tersebut agar lebih mudah direalisasikan oleh lembaga wewenang dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan KPU RI.

"Terkait hal ini, harus 5 atau 10 tahun yang lalu disuarakan tapi kalau sekarang baru diperjuangkan saya pikir itu sangat tidak mungkin sekali sebab waktu sudah mepet," demikian Theresia Mahuze.