Kongkalikong LPJ Fiktif, Kampak Papua dan FPKB Minta Kepala BPKP Papua di Copot

Lembaga Swada Masyarakat (LSM) Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Papua dan Forum Peduli Kawasan Byak (FPKB) menegaskan agar Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mencopot kepala BPKP Provinsi Papua


Kedua organisasi anti rasuah itu menduga didalam tubuh institusi itu ada oknum-oknum nakal yang memanfaatkan kelembagaan untuk kepentingan diri sendiri. 

Menurut Sekjen Kampak Papua, Johan Rumkorem mengatakan BPK Papua lalai ketika menerima laporan yang di duga fiktif terkait laporan pertanggung jawaban kegiatan pembekalan guru kontrak tahun 2016 di hotel Maps milik pemerintah daerah. 

“ Ada indikasi kuat oknum auditor BPKP Papua meloloskan LPJ fiktif ini,” ujar Johan Rumkorem, Minggu, 11 Oktober 2020

Johan menambahkan proses perihitungan kerugian keuangan  negara  guru kontrak di Biak Numfor yang berjumlah Rp 7.5 milyard dengan menggunakan anggran otonomi khusus ini tidak berjalan  sesuai dengan bukti-bukti yang ada. 
“ ini uang otsus, presiden dan KPK harus menindak oknum-oknum yang memanfaatkan lembaga ini,” tegas Dia sembari mengingatkan MoU antara KPK dan BPK RI yang telah disepakati namun masih saja ada oknum – oknum BPKP di daerah nakal. 

Seharusnya, setelah menerima dokumen itu, menurut Johan pihak BPKP melakukan pengecekan ke pihak hotel yang karena kegiatan yang dilaksanakan itu tidak  tertera dalam rencana kerja APBD tahun 2015 dan 2016. 

“ Kegiatan itu tidak ada dalam DPA tahun 2015 dan 2016, tapi kok BPKP anggap itu tidak ada kerugian, kalau memang itu tidak ada kerugian, kenapa LPJ yang diserahkan ke BPKP itu tidak ada di dalam rencana kerjannya DPA,” ungkap Jihan 

Selain itu ada kejanggalan lainnya, kata Johan BPKP tidak mengecek kebenaran pajak ke kantor perpajakan Biak numfor untuk memastikan kegiatan pembekalan guru kontrak daerah dari LPJ yang dibuat oleh tersangka kepada pihak BPKP dengan nilai Rp 107.400.000 (pajak tahun 2016 PPN/PPh sebesar Rp 10.740.000). 
“ Pada perhitungan keuangan negara BPKP hanya menghitung kerugian negara Rp 89.850.000 juta karena BPKP mengaku bahwa sebagian pembelanjaan kegiatan dilakukan oleh Guru kontrak sebesar Rp 107.400.000, ternyata kami cek ke hotel LPJ yang diserahkan ke BPKP itu dimarkup, makanya kami bilang ada keanehan, masa tersangka membuat LPJ di hotel mapia dengan nilai Rp 119.592.000, nilai ini tidak sesuai dengan kwitansi yang diberikan oleh pihak hotel,” beber Johan 

Sejak tanggal 20 januari 2016, menurut Johan ada dua kwitansi. Kwitansi pertama senilai 44.230.000 juta ribu rupiah dan kwitansi berikut 25.000.000 juta ribu rupiah jadi total keseluruhan senilai 69.230.000 juta ribu rupiah.

Johan menambahakan, yang paling anehnya lagi, sejak tanggal 18 agustus 2020 Kepala Kejaksaan Negeri Biak umumkan Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Bendaharanya sebagai tersangka, malah tersangka cepat –cepat menyetor uang ke Bank Papua cabang biak tanggal 24 agustus 2020 dengan nilai 96.685.636 juta ribu rupiah barangkali tersangka menyetor agar ada keringanan hukuman. 

Johan kembali menegaskan agar Kepala BPKP dan Stafnya segera dicopot dan tidak boleh bekerja di Papua karena sudah menyalahgunakan kewenangannya sebagai lembaga Auditor sehingga dana otsus ditutupi. 

“ Kami menduga ada penyuapan tersangka kepada oknum-oknum auditor di BPKP sehingga hasil perhitungan Kejaksaan negeri biak sebesar 293,935636 juta ribu rupiah dikurangi menjadi 89.850.000 juta ribu rupiah agar membantu tersangka untuk mendapat nilai kerugian yang kecil, dari sinilah kita bisa tahu tersangka ikut bermain dengan pihak auditor BPKP Papua. Dengan tegas kami sampaikan kepada Presiden RI, KPK dan BPKP RI di jakarta agar memanggil Kepala BPKP propinsi papua untuk dipriksa bila perlu dicopot dari jabatannya,“ kata Johan