Dosen Hukum Pidana Universitas Musamus Merauke, Mulyadi A. Tajuddin mengemukakan pendapatnya terkait tindak pidana makar yang belakangan ini sedang ramai jadi perbincangan di Kabupaten Merauke.
- Bekerja Secara Profesional Kejaksaan Merauke Bantah Tuduhan Drama Kriminalisasi
- Hadiah Paskah Kapolres Merauke Menjadi Angin Segar Bagi 12 Tapol Makar
- Kajari Merauke Pastikan Akan Memproses Hukum 13 Tahanan Makar Secara Profesional
Baca Juga
Ketika di wawancarai oleh Reporter Rmol Papua Mulyadi A. Tajuddin mengemukakan bahwa terkait tindakan makar sebenarnya sudah diatur secara tegas dalam beberapa pasal, diantaranya adalah dalam Pasal 104, Pasal 106 dan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Minggu, (14/2)
Berdasarkan pasal 104, 106 dan 107 KUHP maka dapat dibedakan 3 jenis kategori tindakan makar.
Pertama jenis tindakan makar yang diatur dalam pasal 104 KUHP, yaitu makar yang dilakukan dengan tindakan ingin menghilangkan nyawa Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Kedua adalah jenis tindakan makar yang diatur dalam Pasal 106 KUHP, yaitu berupa tindakan ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesoa (NKRI).
Serta jenis tindakan makar yang diatur dalam Pasal 107 KUHP yaitu tindakan yang ingin menggulingkan suatu Pemerintahan yang sah.
Dirinya mengatakan dalam bahasa Belanda tindakan makar biasanya disebut dengan istilah Anslag yang jika ditafsirkan kedalam bahasa Indonesia maka dapat diartikan bahwa Asnlag adalah suatu tindakan yang ingin dilakukan atau dalam bahasa hukum biasanya disebut dengan suatusSerangan.
“Sehingga dapat disimpulkan bahwa Makar/Anslag adalah suatu tindakan yang akan dilakukan atau suatu serangan.” Ucapnya
Dalam menangani kasus makar, pada umumnya para penegak hukum merujuk pada Pasal 87 KUHP, yang dimana dalam pasal tersebut dikatakan adalah makar dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan apabila ada niat dari adanya permulaan pelaksanaan.
“Sehingga dapat disimpulkan dalam Pasal 87 KUHP untuk dapat dijerat dalam kasus-kasus makar, baik itu Pasal 104, Pasal 106 dan Pasal 107 KUHP itu terletak pada adanya unsur niat dan adanya unsur permulaan walaupun tindak pidana itu belum terlaksana dengan sempurna.” Jelasnya
Sehingga dirinya berpandangan bahwa terdapat perdebaan antara pasal 87 KUHP dengan pasal 53 KUHP, yang dimana dalam Pasal 53 KUHP mengatur tentang tindak pidana percobaan. Yang dimana dalam tindak pidana percobaan diatur harus ada niat, bukti permulaan, dan delik tidak sempurna, sehingga oleh sebab itu dikatakan sebagai percobaan.
Tetapi didalam kasus makar/anslag terdapat pengecualian dalam Pasal 87 KUHP, yaitu tidak mengenal yang namanya tindak percobaan.
Sehingga apabila baru permulaan-permulaan yang mengarah pada tindakan makar, walaupun belum sempurna maka tetap dapat dijerat dengan pasal-pasal makar.
“Kita ambil contoh misalnya tindakan makar yang ingin menghilangkan nyawa Presiden, meskipun baru ada upaya menyerang Presiden dan tidak berhasil menghilangkan nyawa Presiden juga tetap dapat dijerat dengan pasal makar, begitu juga dengan tindakan ingin membubarkan NKRI, meskipun Negara belum berhasil dibubarkan namun sudah ada tindakan maka tetap saja dapat dikatakan sebagai suatu tindakan makar.” Jelasnya
Lanjut dirinya menjelaskan bahwa proses Hukum Acara Pidana sebagaimana yang atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam hal proses melakukan penyelidikan terdapat dua alternatif sebelum melakukan penyelidikan.
Pertama bisa dengan adanya laporan atau dari pihak yang merasa di rugikan, dan yang kedua adalah dengan dilakukanya tangkap tangan oleh pihak yang berwajib.
Terkait dengan tindak pidana yang tertangkap tangan dapat secara langsung dilakukan penangkapan tanpa perlu memperlihatkan surat perintah penangkapan karena statusnya adalah darurat. Demikian Mulyadi A Tajuddin.
- Gubernur Papua Selatan Tegaskan Pengerukan Sungai Maro Harus Berdasarkan Data Akurat
- Selalu Siap ! Lantamal XI Merauke Laksanakan Apel Kesiapsiagaan Satgas Penanggulangan Bencana Alam
- Rudy Tirtayana Sosialisasikan Empat Pilar MPR RI di SMP Negeri 1 Merauke